Berhubung banyak perdebatan mengenai pengawet pada produk home made, kali ini saya kasih penjelasan singkat saja ya....
Semua produk yang menggunakan air (termasuk hydrosol, floral water, aloe vera, susu, semuanya mengandung air) atau yang kemungkinan terkena kontak dengan air (contoh: scrub yang digunakan dengan tangan yang basah), maka pengawet sangat penting (baca: WAJIB) untuk membantu mencegah pertumbuhan mikroba (bakteri, jamur dan ragi/yeast). Pengawet menghentikan pertumbuhan bakteri dengan bertindak pada spora ketika mereka berkecambah dan membunuh sel-sel (biasanya dengan cara merusak membran sel) atau dengan membuat produk tidak memungkinkan bagi bakteri untuk tumbuh.
Anda tidak bisa mengandalkan penglihatan untuk mengetahui bahwa produk Anda baik-baik saja untuk digunakan - produk mungkin terlihat dan berbau baik-baik saja, tapi ketika kita menjalankan mereka melalui tes mikro, hasilnya pasti akan menyatakan lain.
Jika Anda membuat sebuah produk dengan banyak zat aktif, tumbuhan dll (yang sangat sulit untuk diawetkan) maka Anda perlu pengawet yang dapat mengatasinya sehingga pilihan Anda akan lebih terbatas.
Jadi, sebisa mungkin, kurangi komponen yang mungkin memberi nutrisi bagi bakteri dan jamur, khususnya, clay, susu kambing, lidah buaya, hydrosols, air bunga, ekstrak, asam hialuronat dan umumnya: karbohidrat, protein, asam organik, garam anorganik dan vitamin.
Nah, bagaimana kita 'membaca' preservative pada produk, khususnya produk home made, all natural, paraben free dll yang banyak didengung dengungkan belakangan ini?
Saya tidak akan membahas semua jenis preservative yang ada di pasaran, disini saya hanya bahas yang umum saja dan beberapa preservative khusus.
Preservative bisa dilihat dai INCL (ingredient list) nya, suatu preservative bisa terdiri dari satu atau beberapa kombinasi ingredients untuk membuatnya efektif. Pada produk jadi, kita tidak menuliskan nama preservativenya melainkan keseluruhan ingredient listnya (Incl). Mari kita mulai....
Traditional Preservatives
1. Phenonip (Incl: Phenoxyethanol, Methylparaben, Ethylparaben, Butylparaben, Propylparaben, Isobutylparaben) Usage rate: 0.5% - 1%
Not paraben free, banyak digunakan pada produk pabrikan di pasaran. Phenonip sangat efektif dan bagus sebagai pengawet tunggal.
2. Germall Plus - Liquid (incl: Propylene Glycol, Diazolidinyl Urea, Iodopropynyl Butylcarbamate). Usage rate: 0.1% - 0.5%
Paraben free preservative, efektif dan mudah digunakan, menjadi favorit bagi produk produk home made.
3. Germaben II (Incl: Propylene Glycol, Diazolidinyl Urea, Methylparaben, Propylparaben). Usage rate: 0.3 - 1%
Not paraben free, pengawet lain yang sangat efektif - sangat baik untuk mengawetkan produk yang sulit untuk diawetkan misalnya produk dengan banyak ekstrak.
4. Germaben II - E (Incl: Propylene Glycol, Diazolidinyl Urea, Methylparaben, Propylparaben)
Sebuah pengawet populer, Germaben II-E dapat digunakan dalam formulasi bermasalah tanpa perlu tambahan co-preservative.
5. Suttocide A (Incl: Sodium Hydroxymethylglycinate). Usage rate: 0.1 - 1%, tergantung pada formulasi.
Salah satu dari beberapa bahan pengawet yang tahan terhadap pH tinggi. Suttocide adalah pengawet yang baik, tapi mungkin perlu sedikit tambahan dengan pengawet lain untuk mengatasi setiap ragi dan jamur. Suttocide A memiliki sifat anti-bakteri baik, dan kemampuan membunuh fungi, mold dan yeast nya meningkat dengan kuantitas yang digunakan.
More "Natural" Preservative (Notes: beberapa kemungkinan tidak begitu efektif)
1. Optiphen / GFphen PCG (Incl: Phenoxyethanol, Caprylyl Glycol). Usage rate: 0.5% - 1.5%
Paraben dan formaldehyde free preservative. Dapat menyebabkan emulsi menjadi tidak stabil. Baik digunakan dengan chelator dan tambahkan pengawet lain untuk membantu memerangi jamur.
2. Optiphen plus (INCI of Phenoxyethanol, Caprylyl Glycol, Sorbic Acid). Usage rate: 0.5% - 1.5%
Paraben dan formaldehyde free preservative.
Ecocert Approved Preservative (Pada umumnya memiliki short shelf life dan harus dikombinasikan dengan preservative lain)
1. Glyceryl Caprylate/Dermosoft GMCY. Effective terhadap bacteria and fungus tapi lemah terhadap mould. Tidak terdaftar sebagai pengawet, dan dengan demikian tidak memiliki tingkat penggunaan maksimum. Terdaftar sebagai wetting agent atau komponen emolient. Pasangkan dengan pengawet yang efektif mengatasi mould.
2. p-Anisic Acid/Dermosoft® 688 eco (INCI is Parfum). Menjaga terhadap mould tapi lemah terhadap bakteri dan jamur. Pasangkan dengan glyceryl caprylate untuk “preservative-free” formula.
Cukup segini saja ya.... saya bisa pingsan kalau membahas satu demi satu semua preservative (yang jenisnya banyaaaakkk sekali).
Pemakaian preservative memiliki beberapa pembatasan. Suhu, PH, dan bahan lain yang ada dalam formula produk akan mempengaruhi keefektifan maupun stabilitas produk. Ini sebabnya para crafter (seperti saya) banyak memilih germall plus sebagai preservative.
Mau pakai pengawet yang 100% natural bisa saja, tapi harganya sangat mahal, dengan kurs sekarang mencapai hampir Rp. 210.000.- untuk 17 gramnya - ini belum termasuk ongkos kirim dari US ke Indonesia, usage rate 0.3% - 1%. Incl nya hanya parfum (penasaran apa namanya? :p ). Yang menjadi pertanyaan saya, preservative dengan harga setinggi itu, mau dijual berapa produk yang pakai bahan pengawet ini? Pangsa pasarnya akan jauh lebih terbatas karena masalah harga jual yang tinggi ;)
No comments:
Post a Comment